REVIEW - RICH DAD, POOR DAD by Robert T. Kiyosaki (Bahasa Indonesia)
Judul : Rich Dad, Poor Dad - Apa yang Diajarkan Orang Kaya kepada Anak-anak Mereka Tentang Uang - yang Tidak Diajarkan oleh Orang Miskin dan Kelas Menengah!
Penulis : Robert T. Kiyosaki
Bahasa Asli : American English
Alih Bahasa : J. Dwi Helly Purnomo
Penyelaras isi : Fajarianto
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Percetakan : PT Centro Inti Media, Jakarta
Lisensi : Rich Dad Operating Company, LLC.
Edisi : Indonesia (Revisi)
Cetakan ke- : 50
ISBN : 978-602-03-3317-5
Resensator : Bintang Mahayana
Tahun resensi : 2019
TENTANG PENULIS
Robert Kiyosaki, yang paling dikenal sebagai penulis Rich Dad Poor Dad - buku pengelolaan keuangan nomor satu sepanjang masa - telah menantang dan mengubah cara pikir puluhan juta orang di seluruh dunia tentang uang. Dia adalah seorang keturunan Jepang yang berkebangsaan Amerika Serikat. Dia seorang wirausaha, pendidik, dan investor yang yakin bahwa dunia membutuhkan lebih banyak pengusaha yang akan menciptakan lapangan pekerjaan. Dengan perspektif terhadap uang dan investasi yang kerap berseberangan dengan pemahaman konvensional, Robert mendapat reputasi internasional atas sikapnya yang bicara lantang dan berani tanpa bertele-tele. Robert dan Kim Kiyosaki - istrinya, adalah pendiri The Rich Dad Company, perusahaan pendidikan keuangan serta pencipta permainan CASHFLOW. Pada 2014, perusahaan itu semakin meningkatkan kesuksesan global dari permainan Rich Dad dalam peluncuran terobosan mobile dan online gaming baru.
BAGIAN-BAGIAN BUKU
Secara garis besar, buku ini dibagi menjadi 3 bagian utama, yaitu Pendahuluan, Isi, dan Penutup (Cashflow Quadrant). Pada bagian awal buku, penulis lebih banyak membawa pembaca dalam gaya penulisan naratif di mana penulis mengajak pembaca untuk kembali ke masa lampau saat penulis berusia sembilan tahun.
Pendahuluan
Ayah Kaya, Ayah Miskin
Analogi perbandingan dua karakter ayah dengan menyebut "Ayah Kaya" dan "Ayah Miskin" merupakan diksi yang cukup berani. Penulis menggambarkan dua sosok "ayahnya" yang mana Ayah Kaya merupakan ayah sahabatnya, Mike sedangkan Ayah Miskin adalah ayah kandungnya sendiri. Penulis berusaha membandingkan pola pikir keduanya. Sebagaimana yang dituliskan dalam buku tersebut "Bukannya semata menerima yang satu atau menolak yang lain, saya mendapati diri berpikir lebih jauh, membandingkan, lalu memilih untuk diri saya sendiri." Penggunaan kata "kaya" dan "miskin" sejujurnya tidak seharfiah kelihatannya karena pada kalimat selanjutnya penulis mengatakan " Masalahnya Ayah Kaya belum sungguh-sungguh kaya dan Ayah Miskin tidak sungguh-sungguh miskin. Keduanya baru merintis karir dan keduanya mengalami pergulatan dalam hal uang dan keluarga. Namun mereka memiliki pandangan yang sangat berbeda tentang uang."
Kunci memahami bagian ini adalah pada kalimat terakhir pada kutipan tersebut yaitu mereka memiliki pandangan yang sangat berbeda tentang uang. Bahwa penulis berusaha membandingkan bagaimana cara Ayah Kaya dan Ayah Miskin masing-masing memandang uang. Perspektif tentang uang itulah yang menjadi pembeda dasar dan utama bagi keduanya.
ISI
Bab Satu
Pelajaran Satu : Orang Kaya Tidak Bekerja Untuk Uang
Orang miskin dan kelas menengah bekerja untuk uang. Orang kaya membuat uang bekerja bagi mereka.
Kutipan pada awal Bab ini cukup kontroversial. Kalimat tersebut apabila ditelan mentah-mentah akan sangat mungkin menghadirkan perspektif yang rancu antara "uang itu tidak penting" atau "menjadi orang kaya yang tamak". Namun, penulis mengemas dalam alur naratif sederhana. Mengisahkan dua anak umur sembilan tahun yang ingin tahu bagaimana caranya menghasilkan uang. Mereka ingin menjadi kaya karena mereka dianggap miskin oleh teman-temannya di sekolah. Kepolosan mereka membuat mereka berpikir bahwa menghasilkan uang sama dengan mencetak uang sendiri. Secara logika memang tidak salah. Namun, secara hukum tindakan tersebut ilegal. Pada bagian ini, penulis menyelipkan sensasi humor ringan bagi pembaca yang mudah dipahami. Namun, nilai membangun kemitraan yang beliau analogikan dengan kerja sama dua anak sembilan tahun yang menyebut dirinya "partner bisnis" merupakan bagian yang sarat akan pesan bermakna, bahwa relasi itu penting.
Penulis juga menceritakan bagaimana Ayah Kaya berusaha mengajarkan dia dan sahabatnya tentang uang dengan caranya. Alur cerita yang sulit ditebak dan membuat siapa saja yang penasaran akan melanjutkan membaca untuk mengetahui apa yang selanjutnya dilakukan Ayah Kaya dalam mendidik dia dan Mike tentang uang. Namun, bagi mereka yang sedari awal menganggap narasi tersebut seperti bualan belaka, akan berhenti membaca sampai di sini. Bagian yang cukup menggelitik di sini adalah ketika mereka berdua bekerja pada Ayah Kaya yang awalnya hanya dibayar sepuluh sen per jam, justru tidak dibayar sama sekali. Robert yang saat itu berusia 9 tahun menjadi sangat marag pada Ayah Kaya karena dia merasa seharusnya Ayah Kaya menaikkan upah mereka berdua. Hingga pada suatu ketika jawaban Ayah Kaya memberi pelajaran berharga bagi Robert.
Kebanyakan orang tidak mempelajari hal ini. Mereka bekerja, menerima gaji, membayar pengeluaran, itu saja. Lalu mereka bertanya-tanya kenapa mereka mempunyai masalah keuangan. Mereka mengira uang yang lebih banyak akan memecahkan masalah, dan tidak menyadari bahwa kurangnya pendidikan keuangan merekalah yang jadi masalah.
Kutipan Bab 1 di atas cukup menyentil banyak orang karena pada kenyataannya, hal tersebut adalah hal umum yang nyaris dilakukan oleh kebanyakan orang. Pada bagian yang menyoroti bahwa "Orang Kaya Tidak Bekerja untuk Uang," sesungguhnya pesan yang ingin penulis sampaikan adalah bagaimana mental Orang Kaya menggunakan pikiran mereka untuk mensugesti diri. Dibuktikan dengan pembandingan dua pola pikir yang berbeda antara Ayah Kaya dan Ayah Miskin. Alih-alih mengatakan "Saya tidak mampu membelinya" sebagaimana yang dikatakan oleh Orang Miskin, Orang Kaya akan bertanya "Bagaimana agar saya dapat membelinya?". Semata bukan karena kita harus membeli apa yang kita inginkan. Namun, membuat pikiran kita bekerja dan tidak berhenti sampai di situ. Orang Kaya tidak bekerja untuk uang, tetapi mereka benar-benar "menghasilkan uang".
Bab Dua
Pelajaran Dua: Mengapa Mengajarkan Melek Keuangan?
Pada bab ini, penulis mengajak pembaca untuk mendalami apa sesungguhnya melek keuangan dan mengapa pengetahuan ini penting. Mengajak pembaca melihat pentingnya melihat kondisi keuangan dalam jangka panjang. Pada halaman ke-51 beliau menuliskan kebanyakan orang tidak bisa menyadari bahwa yang penting dalam hidup ini bukanlah berapa banyak uang yang dihasilkannya. Yang penting adalah berapa banyak uang yang disimpan. Lalu pada akhir bab ditambahkan ....pada jangka panjang bukan berapa banyak yang mereka hasilkan yang penting. Yang penting adalah berapa banyak yang mereka simpan, dan untuk berapa generasi.
Untuk itu, pada bagian selanjutnya dalam bab ini, penulis mengajak pembaca untuk melek terhadap perbedaan aset dan liabilitas.
Orang kaya membangun aset. Orang miskin dan kelas menengah membangun liabilitas, tapi mereka mengira itu aset.
Pada kutipan di atas, lagi-lagi penulis menantang pemahaman konvensional perihal “aset” dan “liabilitas”. Penulis menerangkan berbagai macam studi kasus untuk membuktikan mengapa kebanyakan orang menganggap liabilitas sebagai aset. Studi kasus ini pun diterangkan secara sederhana melalui simulasi kehidupan sehari-hari serta diagram arus kas (cashflow) yang membedakan arus kas orang kaya dan arus kas orang miskin dan kelas menengah. Secara sederhana, penulis menggambarkan bahwa orang kaya yang terus membangun kolom aset akan menambah pemasukan terhadap kolom penghasilan mereka. Sedangkan orang miskin dan kelas menengah yang membangun liabilitas yang mereka kira aset, sesungguhnya hanya akan terus keluar melalui kolom pengeluaran mereka saja.
Pada halaman 65, penulis menuliskan uang yang lebih banyak jarang bisa menyelesaikan masalah keuangan seseorang. Kecerdasanlah yang memecahkan masalah. Di sini penulis mencoba menggali alasan logis mengapa melek keuangan itu penting. Karena, kecerdasan keuangan lah yang akan sangat memengaruhi pertimbangan kita dalam menentukan arus kas. Sebagaimana yang diilustrasikan dalam diagram, hal ini menjadi perbedaan mendasar antara orang kaya dan orang miskin dan kelas menengah. Salah satu contoh menarik dalam kehidupan sehari-hari yang beliau angkat, yaitu “Banyak masalah keuangan yang besar disebabkan oleh orang berusaha mengimbangi tetangganya. Kadang kita semua perlu bercermin dan bersikap jujur pada kebijaksanaan batin kita ketimbang pada rasa takut kita.”
Bagi kebanyakan orang, kalimat ini cenderung ofensif karena sejujurnya itu adalah fakta, kebenaran yang tidak perlu dibuktikan lagi. Penulis menyampaikan gagasan ini lagi-lagi dengan narasi untuk mendukung gagasan beliau bahwa uang punya cara untuk membuat setiap keputusan bersifat emosional.
Bab Tiga
Pelajaran Tiga: Uruslah Bisnis Anda Sendiri
Bab ini bukan lagi menyentil realita kebanyakan orang, tetapi benar-benar menyerang pada bagian judul "Uruslah Bisnis Anda Sendiri." Penulis menyebutkan bahwa pergumuln keuangan seringkali merupakan hasil langsung dari orang yang seumur hidup bekerja untuk orang lain. Banyak orang yang tidak memiliki apa pun pada hari akhir kerja mereka sebagai hasil usaha mereka. Kalimat tersebut tentu terkesan judgemental bagi orang yang merasa dialah subjek yang dibicarakan serta orang yang hanya berhenti membaca sampai pada kalimat itu tanpa menganalisa lebih jauh.
Padahal, intinya penulis ingin menyampaikan poin-poin penting berikutnya, yaitu bahwa bila kita terus bekerja pada orang lain maka fokus kita adalah upah dan kolom penghasilan seperti yang diuraikan pada bab sebelumnya.
Orang kaya berfokus pada kolom aset, sementara orang lain berfokus pada laporan penghasilan.Pada kalimat banyak orang yang tidak memiliki apa pun pada hari akhir kerja mereka sebagai hasil usaha mereka, sesungguhnya penulis ingin merujuk pada poin bahwa kita sebaiknya membangun aset bagi kita dan anak-anak kita nanti. Dengan kata lain, bila kita hanya bekerja pada orang lain, maka tidak ada yang bisa kita wariskan bagi anak-anak kita nanti sebagai "hasil usaha". Oleh karena itu penulis menyebutkan
Dalam dunia saya, aset riil terbagi menjadi beberapa katagori yang berbeda:
1. Bisnis yang tidak menuntut kehadiran saya. Saya memilikinya, tapi bisnis itu dikelola atau dijalankan oleh orang lain. Jika saya harus bekerja di sana, itu bukan bisnis. Itu menjadi pekerjaan saya.
2. Saham
3. Obligasi
4. Real estat yang mendatangkan penghasilan
5. Surat utang
6. Royalti dari properti intelektual seperti musik, naskah, dan paten.
7. Segala sesuatu yang memiliki nilai, mendatangkan penghasilan atau pertambahan nilai, serta mempunyai pasar yang siap.
Pada akhir bab ini, penulis pun memberikan gambaran bahwa menjalankan bisnis bukan berarti menjatuhkan diri sepenuhnya pada risiko. Sebagaimana yang tertulis dalam kutipan Ayah Kaya : Saya tetap bekerja, tapi masih mengurusi bisnis saya. Selain itu, penulis juga memberikan narasi lugas mengenai bagaimana caranya mendapatkan mobil dengan memanfaatkan kecerdasan keuangan, yaitu dengan menggunakan uang ekstra dari apartemen yang mereka sewakan. Bukan dengan kredit seperti yang kebanyakan orang lain lakukan. Bagian akhir ini sesungguhnya merupakan boomerang terhadap anggapan yang menentang pernyataan bahwa orang kaya fokus pada kolom aset dan bukan pada liabilitas. Bagi penulis, mobil tersebut bukanlah aset, melainkan liabilitas karena kepemilikannya akan menambah arus kas pada kolom pengeluaran. Namun, penulis menyiasati cara mendapatkannya lewat aset. Inilah yang penulis sebut "membuat uang bekerja untuk kita".
Bab Empat
Pelajaran Empat: Sejarah Pajak dan Kekuatan Korporasi
Bab ini menghadirkan analogi yang lebih dalam lagi yaitu membandingkan antara birokrat pemerintah dengan kapitalis. Pengangkatan sisi kehidupan ekonomi masyarakat yang cukup berani sekaligus sensitif. Sesuai judulnya, bab ini menjelaskan mengenai arus pajak. Tentang bagaimana orang kaya mengakali kaum intelektual. Pada halaman 93 dituliskan setelah pajak yang 'mengambil dari orang kaya' disahkan, kas mulai mengalir ke brankas pemerintah. Awalnya rakyat senang. Uang dibagikan ke pegawai pemerintah dan orang kaya. Uang itu diterima pegawai pemerintah dalam bentuk pekerjaan dan uang pensiun, serta diterima orang kaya lewat pabrik-pabrik mereka yang menerima kontrak pemerintah. Kalimat tersebut bisa diartikan dengan kata lain pegawai pemerintah hidup dari kekayaan orang kaya. Sedangkan orang kaya akan semakin kaya. Sehingga, seolah memiliki unsur sinisme di dalamnya.
Pada halaman 96, penulis menuliskan jika uang bekerja untuk Anda, Anda yang memegang dan mengendalikan uang itu. Lalu, dihadirkan istilah menarik perihal "berusaha mendaki tangga korporasi" yang kemudian dijelaskan pada kalimat setelahnya ....dengan hanya bersandar pada gaji dari perusahaan, saya akan menjadi sapi jinak yang siap diperah. Kutipan-kutipan berbentuk kalimat kiasan tersebut mengandung unsur persuasif secara tersirat apabila dikorelasikan satu sama lain. Apabila diberikan parentheses atau tanda kurung maka, akan jadi seperti ini:
Jika uang (di kolom aset) bekerja untuk Anda (menghasilkan sesuatu), Anda yang memegang dan mengendalikan uang itu (mengurus bisnis Anda sendiri. (Apabila hanya) dengan hanya bersandar pada gaji dari perusahaan (gaji sebagai satu-satunya sumber penghasilan), saya akan menjadi sapi jinak yang siap diperah (menjadi buruh dan terus memperkaya perusahaan.)
Dengan kata lain, penulis berusaha membandingkan dua kondisi tersebut, satu memiliki kolom aset yang siap menambah arus kas ke kolom penghasilan dan menghasilkan sesuatu, satu lagi hanya memiliki gaji pada kolom penghasilan maka, Anda akan terus bekerja untuk orang lain dan tidak mengurus bisnis Anda sendiri.
Jelas diterangkan pada halaman 98, penulis membeberkan prinsip keuangannya serta mengedukasi pembaca mengenai hasil dari IQ keuangan yang dia peroleh.
Uang saya bekerja keras untuk menghasilkan lebih banyak lagi uang. Setiap dolar di kolom aset saya adalah karyawan yang hebat, bekerja keras untuk menciptakan lebih banyak karyawan dan membelikan atasannya sebuah mobil Porsche baru dengan uang yang belum dikenai pajak.Paragraf tersebut menunjukan bukti bahwa kecerdasan keuangan penulis membawanya menuju kebebasan keuangan. Kemudian, penulis menerangkan elemen-elemen yang membentuk IQ keuangan tersebut, yaitu: Akuntansi, Investasi, Memahami pasar, dan Hukum.
Bab Lima
Pelajaran Lima: Orang Kaya Menciptakan Uang
Pelajaran Lima: Orang Kaya Menciptakan Uang
Seringkali di dunia nyata, bukan orang yang pintar yang unggul, tapi orang yang berani
Awal bab ini dibuka dengan narasi pengalaman penulis menonton siaran TV tentang kisah Alexander Graham Bell ketika ia berusaha mematenkan penemuan besar terbarunya yaitu telepon. Kemudian, dihadirkan narasi kontradiktif yang mengikuti pada paragraf selanjutnya mengenai berita perampingan suatu perusahaan yang mengundang kemarahan para pekerja hingga ilustrasi detail bagaimana kemarahan itu ditunjukkan di depan kamera. Paragraf naratif perbandingan ini begitu kontradiktif yang pada intinya ingin menunjukkan sisi keberanian dan kegigihan Alexander Graham Bell ketika mendatangi perusahaan raksasa, Western Union yang berakhir dengan cemoohan dan kemarahan seorang manager berusia 45 tahun yang hadir membawa istri dan dua bayinya ke pabrik, memohon kepada petugas keamanan agar diizinkan bicara dengan pemilik agar mempertimbangkan kembali pemecatannya. Dapat disimpulkan, paragraf ini menunjukkan gagasan penulis selaras dengan kutipan pada awal bab ini dengan menunjukkan keberanian Alexander Graham Bell hingga ia mencetak sejarah mendirikan industri bernilai miliaran dollar, AT&T yang kontradiktif dengan ketakutan seorang manager akan kehilangan pekerjaannya.
Oleh karena itu, pada halaman 104, penulis menuliskan kutipan yang menjelaskan kondisi tersebut. Kita semua dianugerahi potensi yang luar biasa, dan kita semua dianugerahi karunia. Namun, satu hal yang menahan kita semua adalah keraguan diri pada tahap tertentu. Bukan kurangnya informasi teknis yang menahan kita, tapi lebih pada kurangnya keyakinan diri. Sebagian orang lebih terpengaruh daripada yang lain.
Pengangkatan gagasan pada bab ini terkesan utopia bagi orang yang belum siap menerima gagasan untuk menjadi “berani.” Padahal pada bagian selanjutnya di halaman 109, penulis menerangkan bahwa “Orang kaya seringkali bersikap kreatif dan mengambil resiko yang sudah diperhitungkan.” Uniknya, gagasan ini dikaitkan lagi dengan “Orang miskin dan kelas menengah bekerja untuk uang sedangkan orang kaya membuat uang bekerja untuk mereka.” Gagasan Orang Kaya adalah orang yang “menciptakan uang”, mengantar pada gagasan “uang tidaklah riil.” Semakin riil, uang itu menurut kalian, semakin keras kalian akan bekerja untuknya. Jika kalian bisa menangkap gagasan bahwa uang itu tidak riil, kalian akan lebih cepat menjadi kaya. Gagasan ini, jika hanya ditelaah satu sisi secara langsung tentu akan menghasilkan penolakkan dari pembaca. Padahal, maksud dari uang itu tidaklah riil adalah uang semata hanya alat tukar Sehingga, jika kita kembali ke beberapa bab sebelumnya, kita bisa telaah bagaimana keterbatasan uang mampu menjadikan seseorang menjadi kreatif dan menggunakan pikiran mereka untuk membuat uang tersebut “bekerja” untuk mereka.
Satu-satunya aset paling kuat yang kita miliki adalah pikiran kita. Jika dilatih dengan baik, pikiran bisa menciptakan kekayaan yang luar biasa dalam waktu yang kelihatannya singkat. Pikiran yang tidak terlatih juga bisa menciptakan kemiskinan yang ekstrem, yang bisa menghancurkan keluarga selama bergenerasi-generasi.
Gagasan yang cukup masuk akal mengenai IQ keuangan di atas. Dengan berbagai ilustrasi yang mengikutinya dan penulis sebut sebagai contoh. Penulis bersikap cukup demokratis terhadap pembaca dengan menuliskan saya tidak merekomendasikan apa yang saya lakukan. Contoh hanyalah contoh. Di satu sisi, kalimat ini menunjukkan keterbukaan penulis bahwa pembaca dapat menentukan sikap mereka sendiri dalam memahami dan menyimpulkan tulisan yang mereka baca. Namun, di sisi yang lain kalimat ini sangat mampu menguatkan gagasan sebagian pembaca bahwa apa yang penulis uraikan sejak awal tak lain adalah segenap cerita keberuntungan personal yang belum tentu bisa dialami oleh siapa saja. Hanya sebagian yang lain yang masih ingin melanjutkan membaca karena memaknai kalimat-kalimat penulis sebelumnya mengenai “hidup memberikan kita peluang setiap harinya” atau “satu-satunya aset paling kuat yang kita miliki adalah pikiran kita”.
Peluang besar tidak dilihat dengan mata Anda. Peluang besar dilihat dengan pikiran Anda.
Pelajaran Enam: Bekerja untuk Belajar - Jangan Bekerja untuk Uang
Pekerjaan yang terjamin adalah segalanya bagi ayah saya yang terdidik. Belajar adalah segalanya bagi Ayah Kaya
Dimulai dari bab ini, penulis terkesan mulai menyentuh sisi sosial dan psikologis pembaca. Dengan memilih judul bab “Bekerja untuk Belajar - Jangan Bekerja untuk Uang” sesungguhnya terdapat pesan mendalam di baliknya yang ingin penulis sampaikan. Gagasan ini disampaikan dengan lugasnya pada halaman 133. Lagi-lagi dengan metode perbandingan yang cukup kontradiktif. Pada paragraf ke-2, penulis menuliskan di sekolah dan tempat kerja, gagasan tentang spesialisasi adalah hal yang populer: untuk menghasilkan lebih banyak uang atau dipromosikan. Sedangkan kontradiksi dari kalimat tersebut disampaikan pada paragraf ke-4 yaitu Ayah Kaya mendorong saya untuk melakukan tepat kebalikannya. “Kau ingin tahu sedikit tentang banyak hal” adalah sarannya. Itu sebabnya selama bertahun-tahun saya bekerja di bidang-bidang berbeda di perusahaannya. Selama beberapa lama saya bekerja di bagian akuntansi. Meskipun mungkin saya tidak akan pernah menjadi akuntan, dia ingin saya belajar secara osmosis. Ayah Kaya tahu saya akan mengambil jargon dan pemahaman tentang apa yang penting dan apa yang tidak penting.
Analogi yang menarik untuk menggambarkan gagasan tersebut adalah kisah tentang kesuksesan McDonald’s dengan menjual hamburger. “Jadi, kalau kebanyakan dari kalian bisa membuat hamburger yang lebih enak, bagaimana bisa McDonald’s menghasilkan uang lebih banyak daripada kalian?” Kemudian pada paragraf selanjutnya penulis menjawab pertanyaannya sendiri, yaitu....McDonald’s sangat hebat dalam sistem bisnis. Alasan kenapa begitu banyak orang berbakat itu miskin adalah karena mereka memfokuskan diri membangun hamburger yang lebih enak dan hanya tahu sedikit atau sama sekali tidak tahu tentang sistem bisnis.
Kemudian, penulis menambahkan analogi berikutnya dengan menceritakan saat penulis bertemu dengan mantan guru sekolah yang menghasilkan ratusan ribu dolar per tahun. Penulis menceritakan bahwa mereka memiliki penghasilan sebesar itu karena memilliki keterampilan yang terspesialisasi di bidang mereka dan bidang lain. Inilah sesungguhnya inti dari gagasan “Bekerja untuk Belajar” yang ingin disampaikan oleh penulis. Bekerja untuk belajar bukan berarti tidak mementingkan uang sama sekali. Namun, bagaimana kita memaksimalkan pikiran kita mempelajari sedikit tentang banyak hal. Sehingga, kita mampu menghasilkan lebih banyak uang dan sekali lagi membuat uang bekerja untuk kita.
Bab Tujuh
Mengatasi Berbagai Hambatan
Pekerjaan yang terjamin adalah segalanya bagi ayah saya yang terdidik. Belajar adalah segalanya bagi Ayah Kaya
Dimulai dari bab ini, penulis terkesan mulai menyentuh sisi sosial dan psikologis pembaca. Dengan memilih judul bab “Bekerja untuk Belajar - Jangan Bekerja untuk Uang” sesungguhnya terdapat pesan mendalam di baliknya yang ingin penulis sampaikan. Gagasan ini disampaikan dengan lugasnya pada halaman 133. Lagi-lagi dengan metode perbandingan yang cukup kontradiktif. Pada paragraf ke-2, penulis menuliskan di sekolah dan tempat kerja, gagasan tentang spesialisasi adalah hal yang populer: untuk menghasilkan lebih banyak uang atau dipromosikan. Sedangkan kontradiksi dari kalimat tersebut disampaikan pada paragraf ke-4 yaitu Ayah Kaya mendorong saya untuk melakukan tepat kebalikannya. “Kau ingin tahu sedikit tentang banyak hal” adalah sarannya. Itu sebabnya selama bertahun-tahun saya bekerja di bidang-bidang berbeda di perusahaannya. Selama beberapa lama saya bekerja di bagian akuntansi. Meskipun mungkin saya tidak akan pernah menjadi akuntan, dia ingin saya belajar secara osmosis. Ayah Kaya tahu saya akan mengambil jargon dan pemahaman tentang apa yang penting dan apa yang tidak penting.
Analogi yang menarik untuk menggambarkan gagasan tersebut adalah kisah tentang kesuksesan McDonald’s dengan menjual hamburger. “Jadi, kalau kebanyakan dari kalian bisa membuat hamburger yang lebih enak, bagaimana bisa McDonald’s menghasilkan uang lebih banyak daripada kalian?” Kemudian pada paragraf selanjutnya penulis menjawab pertanyaannya sendiri, yaitu....McDonald’s sangat hebat dalam sistem bisnis. Alasan kenapa begitu banyak orang berbakat itu miskin adalah karena mereka memfokuskan diri membangun hamburger yang lebih enak dan hanya tahu sedikit atau sama sekali tidak tahu tentang sistem bisnis.
Kemudian, penulis menambahkan analogi berikutnya dengan menceritakan saat penulis bertemu dengan mantan guru sekolah yang menghasilkan ratusan ribu dolar per tahun. Penulis menceritakan bahwa mereka memiliki penghasilan sebesar itu karena memilliki keterampilan yang terspesialisasi di bidang mereka dan bidang lain. Inilah sesungguhnya inti dari gagasan “Bekerja untuk Belajar” yang ingin disampaikan oleh penulis. Bekerja untuk belajar bukan berarti tidak mementingkan uang sama sekali. Namun, bagaimana kita memaksimalkan pikiran kita mempelajari sedikit tentang banyak hal. Sehingga, kita mampu menghasilkan lebih banyak uang dan sekali lagi membuat uang bekerja untuk kita.
Bab Delapan
Memulai
Pada bab ini, menarik dengan memilih judul yang singkat dan seolah menjawab segala keraguan yang dipikirkan oleh pembaca sejak pertama kali memutuskan untuk membaca buku ini, “Memulai.” Penulis sepenuhnya sadar bahwa seringkali ia ditanya “Bagaimana saya harus memulai?” dan bahasa yang dipilih untuk jawaban itu adalah saya menawarkan proses pemikiran yang saya jalani dari hari ke hari. Walaupun secara garis besar buku ini tampak tampil dengan persuasif yang tajam, selalu disipkan kalimat yang seolah menunjukkan keterbukaan dengan memberikan opsi bagi pembaca untuk menentukan pilihan mereka sendiri. Seehingga, kata “menawarkan” lah yang dipilih bukan “menjelaskan” atau “menjawab” yang terkesan menggurui. Kemudian, inilah sepuluh langkah yang penulis tawarkan sembari menyentuh sisi spiritual pembaca agar mampu menjadi jembatan koneksi personal antara penulis dan pembaca dengan menuliskan sebagai berikut.
Saya menawarkan sepuluh langkah berikut sebagai proses untuk mengembangkan kekuatan yang diberikan Tuhan itu, kekuatan yang hanya bisa dikendalikan oleh Anda.
1. Temukan alasan yang lebih besar daripada kenyataan: kekuatan semangat
2. Buat pilihan setiap hari: kekuatan pilihan
3. Memilih teman dengan cermat: kekuatan pertemanan
4. Kuasailah sebuah formula, lalu pelajari sebuah formula baru: kekuatan belajar dengan cepat
5. Bayar diri Anda terlebih dahulu: kekuatan disiplin diri
6. Bayarlah broker Anda dengan baik: kekuatan saran yang baik
7. Jadilah seorang pemberi Indian: kekuatan memperoleh sesuatu secara gratis
8. Menggunakan aset untuk membeli kemewahan: kekuatan fokus
9. Kebutuhan akan pahlawan: kekuatan mitos
10. Mengajarlah maka kau akan menerima: kekuatan memberi
PENUTUP
Pemikiran Akhir
Dibuka dengan kalimat “Saya ingin berbagi pemikiran terakhir dengan Anda” menjadikan bagian penutup buku ini seolah salam perpisahan dari penulis kepada pembaca yang telah membaca sampai pada bagian ini. Namun, uniknya bagian penutup justru membawa kembali pada alasan buku ini hadir.
Alasan utama saya menulis buku ini, dan alasan buku ini tetap menjadi buku laris sejak 2000, adalah untuk berbagi wawasan tentang bagaimana pertumbuhan kecerdasan keuangan bisa digunakan untuk memecahkan banyak masalah kehidupan yang umum.
Dengan sisipan konten marketing di mana disebutkan mengenai permainan CASHFLOW sebagai salah materi kontradiktif dengan menyebutkan permainan yang kami ciptakan memiliki arti penting karena mengajarkan apa yang tidak diajarkan oleh buku. Kontradiktif di sini maksudnya adalah gagasan bahwa sejujurnya buku ini hanya sebagai pengantar tentang pengetahuan mengenai kecerdasan keuangan dan kegiatan belajar yang sesungguhnya adalah melalui permainan tersebut. Namun, bagian akhir dari bab ini dituliskan dengan cara yang menyentuh sisi personal pembaca.
Anda dan masa depan anak-anak Anda ditentukan oleh pilihan yang Anda buat sekarangbukan besok. Saya mengharapkan kemakmuran dan kebahagiaan bagi Anda, dalam anugerah menakjubkan yang disebut kehidupan ini.
- Robert Kiyosaki
REKOMENDASI
Kesan keseluruhan terhadap buku ini adalah buku yang cukup berani membawa pikiran publik (pembaca) untuk menjadi Outliers - orang-orang yang berani keluar dari kebiasaan atau pandangan masyarakat konvensional. Sebuah karya non-fiksi yang dikemas dalam alur fiksi namun tidak fiktif, sehingga setiap bagiannya mampu menyentuh sisi personal yang mampu menghadirkan koneksi personal antara penulis dan pembaca. Namun, pengulangan berupa penekanan kebebasan pembaca untuk melanjutkan membaca atau tidak, seperti dua sisi koin. Satu sisi menunjukkan sikap demokratis penulis terhadap tanggapan dan pemikiran pembaca serta kepercayaan diri penulis bahwa pembaca justru akan semakin haus untuk mengetahui apa yang tertulis pada lembar-lembar selanjutnya sedangkan satu sisi lainnya seolah menunjukkan ketidakpercayaan penulis bahwa hingga pada tahap akhir pun masih ada pembaca yang tidak berminat melanjutkan untuk membaca.
Lalu, apakah buku ini merupakan bacaan yang layak direkomendasikan? Jawabannya: Ya dengan syarat, Anda sudah siap menghadapi pemikiran yang ekstrem, keluar dari konvensional, dan berani mengambil risiko. Jika Anda memilih untuk bermain aman, buku ini hanya akan menyakiti perasaan Anda dengan fakta-fakta yang dibeberkannya.
Terima kasih kak review yang diberikan, bermanfaat sekali :)
ReplyDeleteHi, Kak Alifa! Terima kasih sudah mampir yaa :)
Deleteterima kasih kak...semoga bermanfat ulasan kak
Deleteterima kasih sangat membantu sekali. Love it
ReplyDelete