Cara Agar Bisa Komitmen Nggak Beli Minuman Kemasan dan Zero Food Waste
Hola!
Di postingan ini gue mau sharing keseharian gue yang mulai ikutan challenge untuk nggak beli minuman kemasan dan "Zero Food Waste" alias tidak menghasilkan sampah makanan. Sekilas kedengarannya mudah, yaa? Ternyata cukup menantang juga, guys! Namanya juga "challenge" haha. Di sini gue akan cerita awal mulanya gue ikutan challenge ini tuh, kenapa sih? Pengaruhnya buat diri sendiri dan lingkungan sekitar apa? Memangnya bisa yaa, komitmen bukan hanya untuk ikutan tren menjaga lingkungan secara temporer? Baca artikel ini sampai selesai
Di postingan ini gue mau sharing keseharian gue yang mulai ikutan challenge untuk nggak beli minuman kemasan dan "Zero Food Waste" alias tidak menghasilkan sampah makanan. Sekilas kedengarannya mudah, yaa? Ternyata cukup menantang juga, guys! Namanya juga "challenge" haha. Di sini gue akan cerita awal mulanya gue ikutan challenge ini tuh, kenapa sih? Pengaruhnya buat diri sendiri dan lingkungan sekitar apa? Memangnya bisa yaa, komitmen bukan hanya untuk ikutan tren menjaga lingkungan secara temporer? Baca artikel ini sampai selesai
biar nanti kita bisa diskusi bareng-bareng di kolom komentar, yaa :)
Sumber ilustrasi: bintangmahayana.com
Janji Reuni dengan Sahabat dari SMP
Akhirnya di bulan Maret ini, wacana buat reuni dengan sahabat dari SMP bisa terwujud setelah bertahun-tahun tidak bersua. Nada, teman sebangku gue dari kelas 8 SMP. Salah satu teman pertama yang gue punya waktu baru pindah sekolah, bilang "Bi, ayok reuni! Makan siang bareng, yuk sempetin!" Semangat, dong! Apalagi selama pandemi kegiatan silaturahmi jadi terbatas. Untungnya, kita berdua termasuk yang taat prokes dan vaksinasi. Setelah fully vaccinated dari dosis 1, dosis 2, hingga booster, akhirnya kita memutuskan untuk ketemuan di salah satu restoran Jepang terbaru yang lagi hitz di salah satu Mall di kota gue.
Baca Juga: I Got Vaccinated (PART 1) - Cerita Pengalaman dan Kronologi Vaksin Massal Covid-19 Dosis Pertama
Nah, masalahnya makanan di resto itu terkenal dengan porsi kuahnya yang cukup banyak. Kalau dihabisakan semua bisa kembung, deh tuh! Tetapi kalau nggak dihabiskan, jadinya banyak sampah makanan baru, kan? Jujur awalnya agak dilema. Soalnya, setelah tahun 2021 lalu join Eco Blogger Squad (EBS), makin sadar kalau sekecil dan sesedikit apapun sampah yang kita hasilkan, tetaplah menghasilkan jejak karbon. Sekecil dan sesedikit apapun jejak karbon yang kita hasilkan tetaplah berdampak terhadap lingkungan dan masa depan iklim bumi kita, bukan? Tetapi, alhamdulillah akhirnya punya ide biar nggak perlu menyisakan makanan dan minuman yang dibeli!
Bisa Nggak, yaa Komitmen Nggak Beli Minuman Kemasan dan Habiskan Makanan dan Minuman yang Dibeli?
Singkat cerita akhirnya gue sama Nada ketemuan, nih di restoran itu. Siang itu kondisi resto lagi rame banget. Kayaknya orang-orang banyak yang istirahat makan siang di sini. Bahkan banyak ibu-ibu dengan pasukan anak-anak lucunya yang masih pakai baby stroller juga makan di sini. Sempat bingung cari tempat. Tetapi, alhamdulillah akhirnya ketemu juga. Kenapa pengen makan di sini? Selain menu-menunya memang favorit gue sama Nada, menu yang dihidangkan juga tipe makanan dan minuman yang bisa dihabiskan 100%. Gue udah janji sama diri sendiri:
"Mulai hari ini, Rabu 23 Maret 2021 sampai Kamis, 31 Maret 2021, gue akan menggunakan thermos tumblr atau gelas untuk membeli minuman kemasan dan menghabiskan makanan dan minuman tanpa sisa."
Mungkin sewaktu baca kalimat di atas, kalian ada yang bertanya-tanya. Kok cuma sampai tanggal 31 Maret 2021? Gue pernah baca bukunya Allan dan Barbara Pease yang judulnya "The Answer", kalau target yang baik harus terukur, ada jangka waktu dan deadline, tempat, dan bendanya disebutkan sejelas mungkin. Sebagai pemula yang sebelumnya belum pernah mengikuti challenge ini, menentukan jangka waktu yang terdekat adalah goal atau target yang realistis. Kalau target jangka pendek ini tercapai, menurut teorinya kita akan semakin semangat untuk menjadikannya target jangka menengah bahkan bukan tidak mungkin jangka panjang.
Selain itu, coba perhatiin, deh cara gue bikin kalimat goal di atas menggunakan kalimat positif. Bukan kalimat negatif. Soalnya, ada suatu bagian dalam otak manusia yang bernama Sistem Pengaktifan Retikuler (SPR) yang tidak mengenali instruksi dalam kalimat negatif. Kalau gue nulisnya dlam bentuk kalimat negatif, most likely gue malah akan tetap melakukan kegiatan itu dan goals-nya jadi sulit tercapai, deh :(
Nih, buktinya gue jadi bisa menghabiskan makanan yang gue pesan. Sempat request dulu, sih ke Mbak-nya buat minta broth-nya jangan banyak-banyak biar nggak kembung hahaha. Biasanya gue ambil lauk pendamping semacam tempura minimal 2, kali ini 1 aja yang penting bisa habis. Kalian mungkin heran, kok bisa bersih sekuah-kuahnya sampai nggak bersisa? Bisa, dong! Soalnya yang gue tanamkan di dalam alam bawah sadar adalah "menghabiskan makanan dan minuman tanpa sisa", kalimat positif. Bukan "nggak boleh menyisakan makanan dan minuman" yang merupakan kalimat negatif.
Kalimat negatif tersebut, jika dibaca oleh SPR dalam otak kita, kalimatnya justru akan berubah menjadi "boleh menyisakan makanan dan minuman" karena SPR kita tidak akan mampu mengenali instruksi yang mengandung kata "tidak" atau kata kunci lain yang bersifat negatif. Sehingga, kalau kita pakai kalimat kedua yang negatif tadi, menurut teorinya Pease, kita akan cenderung menyisakan makanan dan minuman, bukan sebaliknya. Kesannya sepele banget, yaa? Padahal dampaknya sesignifikan itu ternyata. Makanya, deh gagasan dalam challenge apapun yang berbentuk kalimat negatif, gue ubah dulu ke dalam bentuk kalimat positif saat menyusun goals.
Baca Juga: Tren Gaya Hidup "Frugal Living" Milenial dan Gen Z sebagai Upaya Mitigasi Perubahan Iklim
Hunting Makanan "Zero Food Waste" dan Cara Makan yang Efisien
Eh, daritadi kita udah bahas ngalor-ngidul soal menghabiskan makanan dan minuman. Memang urgensinya apa, sih bagi iklim kalau kita membuang sisa makanan dan minuman karena nggak habis? Teman-teman tahu, nggak kalau Indonesia ternyata menempati posisi ke-2 setelah Arab Saudi sebagai negara dengan penyumbang food waste terbesar di dunia? Setiap tahunnya, 1 orang masyarakat Indonesia membuang sampah makanan sebesar 300kg. Bukan main! Ngeri juga, yaa? Kebayang nggak teman-teman 300kg itu seberat apa? Kalian tahu bola bowling? Nah, 300kg itu setara dengan 100 buah bola bowling. Sebanyak itu rerata sampah makanan yang kita buang setiap tahun, loh! :(
Andaikan seperempat piring makanan yang terbuang bisa diselamatkan, maka akan cukup untuk mengatasi kelaparan di seluruh dunia.
(Food Sustainability Index)
Padahal, sampah organik perlu segera diolah sebelum sampai di Tempat Pembuangan Akhir (landfill) agar tidak menyebabkan peningkatan emisi gas metana. Termasuk juga peningkatan efek gas rumah kaca atau Greenhouse Gases Effect. Faktanya, menurut The Economist, keberadaan gas metana (NH4) di TPA 21 kali lebih merusak lingkungan dibandingkan karbondioksida (CO2). Inilah mengapa seharusnya kita memiliki level urgensi yang sama dalam menghabiskan makanan dan minuman yang kita beli. Supaya kita tidak jadi penghasil gas metana yang dapat merusak lingkungan. Pelan-pelan, yuk bertahap kita sama-sama bangun kebiasaan baik ini.
Sumber foto: bintangmahayana.com; Ilustrasi: Team Up for Impact
Terus, ada nggak, sih Bintang cara yang efisien saat makan dan minum biar kita nggak harus menghasilkan sampah sisa makanan dan minuman? Ada, dong! Cara-cara di bawah ini sudah gue praktekan dan berhasil. Semoga cara yang sesuai sama teman-teman bisa ditiru dan harapannya, semoga kita semua bisa sama-sama komitmen menghabiskan makanan dan minuman kita, yaa :)
1. Gunakan piring dan gelas yang ukurannya kecil
Menggunakan piring dan gelas yang ukurannya kecil akan membuat kita lebih akurat dalam meprediksi porsi makanan dan minuman yang dapat kita habiskan. Sebaliknya, jika kita menggunakan piring dan gelas yang ukurannya besar, kita akan cenderung overestimate porsi makan kita karena akan terlihat sedikit padahal banyak. Cara ini sejujurnya gue pelajari sewaktu dulu tinggal bersama keluarga Jepang saat sekolah di sana. Baru paham, deh kenapa yaa kok orang Jepang sukanya makan nasi di mangkok kecil? Ternyata ini alasannya, toh!
2. Biasakan minum air dingin sebelum makan
Bagus juga kalau kalian bisa konsumsi air dingin. Tetapi, kalau enggak juga tidak apa-apa. Tujuannya apa? Air dingin yang kita konsumsi saat makan dapat membantu tubuh memproduksi energi yang lebih besar. Sehingga, kalor (panas) dari tubuh yang dikeluarkan akan lebih besar. Hal ini terjadi akibat konsumsi air dingin "memaksa" tubuh kita untuk menyesuaikan suhu tubuh dengan air yang kita konsumsi. Sehingga, untuk mencapai keseimbangan suhu tersebut, lebih banyak energi dan kalor yang dihasilkan untuk membakar lemak nantinya. Psst! Cara ini juga terbukti dapat menurunkan berat badan, loh! Jadi, jangan takut berat badannya jadi naik karena selalu berusaha menghabiskan makanan dan minuman yang kita pesan, yaa! Diet juga harus ramah lingkungan :)
3. Makan dengan kecepatan sedang
Makan terlalu lambat akan membuat lambung kita memiliki waktu untuk membuat kita kenyang lebih cepat. Sedangkan makan terlalu cepat justru akan membuat kita merasa lebih tidak kenyang dibanding dengan kecepatan sedang. Eksperimen yang gue lakukan adalah pertama gue coba makan sambil nonton YouTube. Kedua, gue coba makan tanpa melakukan aktivitas lain alias hanya fokus makan.
Saat kita multitasking, sambil nonton misalnya, tanpa sadar kita akan makan dan minum dengan kecepatanlebih lambat. Gue hampir selalu merasa kenyang lebih cepat sebelum makanan dan minumannya habis jika makan dengan cara yang pertama, yaitu sambil nonton. Sedangkan jika makan dengan cara yang kedua, selalu habis dan relatif selesai lebih cepat dibanding cara makan yang pertama.
4. Pilih makanan yang seluruh bagiannya dapat dimakan
Kenapa sih, kemaren gue memilih menu Udon dan Chikuwa Tempura sebagai side dish saat reuni sama Nada, temen gue? Soalnya, seluruh bagian dari makanan yang gue pesan itu bisa dimakan. Tidak ada cangkang, jeroan, kulit, tusuk bambu, tulang, atau apapun yang berpotensi menyumbang limbah makanan. Makan jadi lebih efisien dan tentunya ramah lingkungan.
5. Hindari meminum minuman yang kental dan atau manis sebelum makan
Berdasarkan pengalaman, memesan minuman yang teksturnya kental dan rasanya manis, akan membuat perut merasa kenyang lebih cepat. Apalagi kebiasaan di Indonesia, umumnya makan apapun minumnya es teh manis hahaha. Hayo, ngaku! Kebiasaan siapa ini? Seperti poin sebelumnya, kalau mau konsumsi air dingin, sebaiknya pilih minum air mineral atau minuman tawar sebelum makan yang teksturnya encer saja, yaa.
Hindari Sampah dan Potensi Dehidrasi dengan Komitmen Bawa Tumbler Sendiri
Langkah kecil lainnya yang gue lakukan sebagai upaya peduli krisis iklim adalah dengan membawa tumbler sendiri. Thank you Eco Blogger Squad buat tumbler lucunya hihi. Gue suka bawa thermos tumbler kemana-mana soalnya jenis ini bisa menjaga suhu minuman baik hangat maupun dingin lebih lama. Dicucinya juga mudah. Selain itu, ukurannya juga nggak terlalu besar. Jadi, meskipun sehari-hari gue seringnya pakai woman handbag, bisa tetap muat dan nggak terlalu makan tempat. Bawa minum sendiri kayak gini juga bisa membantu gue buat lebih sadar akan pentingnya asupan hidrasi harian supaya nggak dehidrasi.
Ikutan Komitmen bareng Team Up for Impact, Yuk!
Langkah-langkah kecil yang gue ceritain di atas sebenarnya terinspirasi dari kampanye lingkungan yang digagas oleh Team Up for Impact (TUFI). Gue bersyukur bisa ikutan challenge #UntukmuBumiku di website-nya Team Up For Impact karena langkah kecil yang gue lakukan setidaknya turut serta dalam peran aktif peduli krisis iklim dan kelestarian lingkungan. Website ini adalah website kolaborasi dari berbagai mitra termasuk NGO dan organisasi lainnya yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan yang untuk meningkatkan awareness terhadap perubahan iklim.
TUFI bertujuan untuk mengajak kita berkolaborasi dengan melakukan hal-hal mudah yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Namun, meskipun aksi yang dilakukan merupakan hal kecil yang mudah dilakukan, jika kita bersinergi untuk melakukannya bersama-sama, bisa berdampak pula bagi lingkungan.
Sumber ilustrasi: bintangmahayana.com; Team Up for Impact
Dari 7 challenges yang ada, gue coba ikutan 2 langkah kecil seperti yang gue sebutkan di pargrag-paragraf sebelumnya, yaitu tidak membeli makanan atau minuman dalam kemasan dan tidak menghasilkan sampah makanan. Silakan pilih challenges yang sesuai dengan situasi dan kondisi kalian, yaa. Hal terpenting adalah apapun challenge yang kalian pilih, jika dilakukan dengan komitmen dan tulus ikhlas dalam misi mulia menjaga Bumi kita tercinta ini, insya Allah akan membuahkan dampak yang berarti di kemudian hari. Makanya, let's spread the words dengan ajak sebanyak-banyaknya orang di sekitar kita untuk ikutan, yaa! Gratis, kok! :)
- Bintang Mahayana -
Member of Eco Blogger Squad© 2021 - 2022
REFERENCE
Food Sustainability Index Developed by The Economist and Intelligence Unit. Food Loss and Waste. Dalam https://foodsustainability.eiu.com/food-loss-and-waste/.
No comments:
Holla! Thanks for reading my post. Silakan tinggalkan komentar atau pertanyaan terkait konten. Komen spam, annonymous, maupun berisi link hidup akan dihapus. Centang "Notify Me" agar kalian tahu kalau komennya sudah dibalas, yaa!