Perubahan Iklim Ternyata Berdampak Buruk Bagi Kulit, Kita Harus Apa?
Di postingan kali ini gue mau cerita pengalaman gue tentang dampak perubahan iklim yang gue rasakan. Belum lama ini gue sadar kalau ternyata masalah perubahan iklim ini benar-benar menyentuh segala aspek kehidupan kita sehari-hari. Tidak terkecuali bagi kesehatan dan kecantikan kulit. Cukup ngeri juga, yaa? Bumi kita ternyata sedang benar-benar sakit. Memangnya apa saja, sih masalah kulit yang merupakan dampak perubahan iklim itu? Bagaimana cara kita mengatasi permasalahan kulit tersebut? Lalu, kontribusi apa yang harus kita berikan #UntukmuBumiku supaya kamu nggak "sakit", lagi? Yuk, lanjutkan membaca sampai selesai supaya kita bisa diskusi sama-sama, yaa! :)
Dampak Buruk Perubahan Iklim Bagi Kulit
Teman-teman ada nggak, sih yang suka ngalamin kondisi kulit yang berubah-ubah setiap waktu? Mungkin pernah juga mengalami kondisi kulit yang sensitif terhadap sinar matahari, baik itu mudah memerah bahkan berubah menjadi lebih kusam. Padahal cuma sebentar berada di luar ruangan. Berbagai masalah kulit yang kita alami ini sebenarnya adalah salah satu dampak yang terjadi akibat terjadinya perubahan iklim. Loh, gimana ceritanya?
Terjadinya penipisan lapisan ozon di stratosfer bumi, menyebabkan semakin tidak terkendalinya radiasi sinar matahari yang diterima oleh bumi. Jika lapisan ozon dapat melindungi permukaan bumi dengan baik, maka sebagian besar sinar matahari akan dipantulkan kembali ke udara bebas. Namun, yang terjadi kini justru lebih banyak yang terserap oleh bumi. Bahkan sebagian justru terperangkap di stratosfer sehingga menyebabkan suhu bumi kian meningkat setiap tahunnya. Padahal, radiasi sinar matahari yang berlebihan akan berbahaya bagi kulit hingga dampak terburuknya dapat memicu terjadinya kanker kulit.
Sinar matahari datang ke bumi dalam bentuk gelombang ultraviolet. Untuk itu, kita kerap mendengar istilah Sinar UV. Sinar UV yang diterima oleh bumi kita terdiri dari dua jenis, UVA dan UVB. Untuk memudahkan dalam mengingatnya, kita bisa mengasosiasikan UVA dengan huruf A sebagai Aging (penuaan) dan UVB dengan huruf B sebagai Burning (terbakar).
Sumber foto:harapanrakyat.com |
Di mana-mana hampir selalu ada kampanye "jangan lupa re-apply sunscreen setiap 2 jam sekali." Kita sebagai manusia, semakin tergantung dengan bahan-bahan kimia dari tabir surya yang biasa disebut sebagai Sun Protecting Factor (SPF) dengan berbagai spektrum. Mulai dari SPF 15, SPF 30, SPF 45, SPF 50, bahkan tertingginya ada yang mencapai SPF 100. Namun, angka yang disarankan oleh Food and Drug Association (FDA) - sebuah badan regulasi makanan, obat-obatan, dan kosmetika di Amerika Serikat, yaitu minimal SPF 30 jika berada di dalam ruangan yang mendapat cahaya langsung dan minimal SPF 50 jika berada di luar ruangan.
Akibat fenomena ini, gue mengalami betapa paniknya kalau keluar rumah lupa nggak pakai tabir surya (sunscreen). Sebentar saja berada di luar ruangan, kulit bisa langsung memerah. Apalagi kalau malam sebelumnya sempat melakukan kegiatan eksfoliasi kulit dengan acid ingredients. Kalau kulit sedang tidak berjerawat, tetapi lupa mengaplikasikan kembali tabir surya tersebut, kulit juga bisa tiba-tiba menjadi lebih kusam. Bahkan efek terparahnya, kulit gue bisa benar-benar terganggu skin barrier-nya hingga terasa kering dan mengelupas.
Berbagai Masalah Kulit yang Terjadi sebagai Dampak Perubahan Iklim Sumber foto: bintangmahayana.com |
Penyebab Terjadinya Perubahan Iklim
Namun, sebenarnya apa, sih yang menyebabkan terjadinya penipisan lapisan ozon hingga menyebabkan radiasi sinar matahari yang diterima bumi berpotensi membahayakan kesehatan kulit? Gue inget banget dulu waktu pelajaran IPA saat SD, pernah dijelasin kalau lapisan ozon yang melindungi bumi kita itu semakin menipis akibat terjadinya pemanasan global. Pemanasan global dan penipisan lapisan ozon adalah dua masalah lingkungan yang berbeda. Namun, keduanya memiliki ketrikatan antar satu sama lain.
Pemanasan global adalah fenomena yang menyebabkan terjadinya peningkatan suhu bumi akibat adanya peningkatan Gas Rumah Kaca (GRK) di lapisan atmosfer bagian bawah atau dikenal dengan istilah toposfer. Sedangkan penipisan lapisan ozon yang juga diikuti dengan terbentuknya lubang ozon adalah fenomena yang terjadi akibat molekul ozon di lapisan stratosfer berkurang dalam jumlah yang signifikan akibat adanya kandungan Bahan Perusak Ozon (BPO) (Sumber: Kementrian LHK).
Ilustrasi Lapisan Ozon Pelindung Bumi Sumber gambar: tirto.id, doktersehat.com, kompas.com |
Para ilmuwan menyimpulkan bahwa aktivitas manusia berkontribusi bagi pemasan global dan penipisan lapisan ozon. Sehari-hari kita mengendarai mobil, menggunakan bahan bakar dari minyak bumi, menggunakan listrik yang berasal dari pembangkit dari bahan bakar batu bara, dan lain sebagainya yang menghasilkan karbondioksida. Gas karbondioksida tersebut kemudian dilepaskan ke udara. Sehingga, menyebabkan terjadinya peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer dan terjadilah fenomena pemanasan global dan penipisan lapisan ozon. Bahan kimia yang termasuk dalam kategori GRK menurut Protokol Kyoto adalah sebagai berikut:
Gas karbondioksida ini bahkan kita hasilkan sebagai gas yang kita keluarkan saat menghela napas. Nantinya gas ini akan dihirup oleh tumbuhan hijau saat siang hari untuk membantu proses fotosintesis (aktivitas tumbuhan hijau dalam memasak makanannya sendiri). Namun, dengan semakin gencarnya pembalakkan hutan maka gas ini akan dilepaskan ke udara dan membuat panas dari radiasi matahari yang diterima bumi terperangkap di atmosfer.
3. Dinitrogen Oksida (N2O)
4. Freon (SF6, PFCs, dan CFCs)
Pasti kita semua sudah tidak asing dengan senyawa yang satu ini, bukan? Freon yang biasa ada di pendingin ruangan ini juga bisa jadi salah satu kontributor terhadap masalah perubahan iklim. Beberapa jenis di antaranya adalah Sulfur Hexafluorida (SF6), Perfluorokarbon (PFCs), Hidrofluorokarbon (CFCs). Jangan lupa matikan AC jika ruangan tidak dipakai serta batasi penggunaan hariannya. Langkah kecil seperti memanfaatkan fitur timer agar AC otomatis mati saat kita tertidur juga bisa jadi bentuk langkah kecil dalam mengurangi dampak perubahan iklim.
Langkah Kecil yang Dapat Kita Lakukan untuk Bumi
Kini kita telah tahu bahwa masalah perubahan iklim ini sangat erat kaitannya dengan kegiatan kita sehari-hari. Begitupun dengan profesi yang kita jalani. Blog ini dimulai pada Maret 2018. Namun, sejak tahun 2019 mulai lebih fokus dengan beauty niche. Sebagai beauty blogger, gue cukup memperhatikan disrupsi yang terjadi dalam industri kecantikan yang tak dapat dipungkiri juga menyumbang masalah bagi iklim.
Kalian pernah memperhatikan, nggak, sih? Berapa banyak sampah kemasan yang dihasilkan dari pemakaian produk kecantikan sepanjang tahun? Terlebih lagi bagi profesi beauty blogger, yang setiap bulan bahkan ada pula yang hampir setiap minggu selalu mendapatkan kiriman paket produk kecantikan. Dari kemasan paketnya saja, biasanya akan dikemas berlapis-lapis bubble wrap untuk alasan keamanan. Hingga kemasan produk kecantikan itu sendiri yang tak jarang masih juga dilapisi plastik sebagai segel produk.
Tentunya hal ini sudah sepatutnya menjadi tanggung jawab kita bersama, baik teman-teman yang juga berprofesi sebagai beauty blogger maupun non-beauty blogger yang menggunakan produk kecantikan sehari-hari. Apapun hal kecil yang gue lakukan dalam usaha menjaga lingkungan, gue niatkan semata #UntukmuBumiku supaya kamu nggak sakit lagi. Nggak ada hal yang terlalu kecil jika kita bersedia untuk #TeamUpforImpact melakukan aksi nyata secara bersama-sama. Berikut adalah beberapa langkah kecil yang dapat kita lakukan untuk menjaga lingkungan:
Terdengar sepele, tetapi sangat besar dampknya. Bisa dibayangkan bagaimana sisa-sisa bahan kimia pembuat produk kecantikan jika tidak dihabiskan dan dibuang ke tanah. Tentunya akan sangat merusak ekosistem tanah dan juga berbahaya bagi lingkungan. Lakukan kebiasaan ini agar kita lebih bijak dalam membeli produk konsumsi yang sesuai kebutuhan. Bukan hanya untuk mengikuti tren semata.
2. Beli produk kecantikan dengan kemasan dan kandungan yang ramah lingkungan.
Saat ini semakin banyak brand dari produk-produk kecantikan yang melakukan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai wujud tanggung jawab sebagai produsen terhadap dampak lingkungan yang mungkin ditimbulkan dalam praktek bisnis mereka.
4. Daur ulang kemasan bekas produk kecantikan.
Nah, itu tadi cerita gue tentang bagaimana gue menyadari akan dampak perubahan iklim yang gue rasakan terhadap kesehatan kulit. Serta langkah-langkah apa saja yang sudah gue lakukan sebagai upaya dalam mengurangi dampak dari perubahan iklim yang terjadi. Kalau kalian sendiri, apa aja, sih dampak dari perubahan iklim yang kalian rasakan? Sudah melakukan langkah kecil apa saja hari ini untuk menjaga bumi? Yuk, sama-sama lebih peduli lagi sama lingkungan. Biar bumi yang kita sayangi ini nggak sakit lagi :)
- Bintang Mahayana © 2022
Artikel ini diikutsertakan dalam Blog Competition "Perubahan Iklim yang Aku Rasakan!" periode 23 Maret-22 April 2022 yang diselenggarakan oleh Blogger Perempuan Network.
REFERENSI
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Daerah Istimewa Yogyakarta. Mengenal Lebih Dekat Gas Rumah Kaca. Dalam https://dlhk.jogjaprov.go.id/mengenal-lebih-dekat-gas-rumah-kaca#:~:text=Gas%2Dgas%20di%20atmosfer%20yang,6%2C%20HFC%20dan%20PFC).
Hijauku.com. N20: Polusi Iklim yang Terlupakan. Dalam https://hijauku.com/2013/11/22/n2o-polusi-iklim-yang-terlupakan/
Perpustakaan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Keterkaitan Pemanadan Global dan Kerusakan Lapisan Ozon. Dalam http://perpustakaan.menlhk.go.id/pustaka/images/docs/Keterkaitan_pemanasan_global_dan_kerusakan_lapisan_ozon.oke.pdf
No comments:
Holla! Thanks for reading my post. Silakan tinggalkan komentar atau pertanyaan terkait konten. Komen spam, annonymous, maupun berisi link hidup akan dihapus. Centang "Notify Me" agar kalian tahu kalau komennya sudah dibalas, yaa!