[BOOK REVIEW] My Self-Reflection on "Merawat Luka Batin by dr. Jiemi Ardian, Sp.KJ"
Gue menyempatkan menulis refleksi bacaan ini sebelum gue lupa apa yang sudah gue baca. Secara garis besar sebenarnya gue akan ingat. Tetapi, pasti ada beberapa detail di dalamnya yang akan mudah lupa kalau nggak nulis refleksinya. Because, yep that's me! Sebagus apapun buku yang gue baca pasti ada hal detail yang akan menarik gue balik untuk membaca buku itu lagi.
DATA BUKU
ANATOMI BUKU
HOW TO READ
Bagaimana cara membaca buku ini?
Dalam membaca buku ini atau buku apapun genrenya, gue selalu berusaha mempertahankan meta-awareness dengan cara menganotasi buku ke dalam beberapa kelompok dengan bantuan clear sticky note. Tujuannya menggunakan clear sticky note adalah supaya tulisan dalam buku tetap dapat terbaca di bagian yang ditandai.
Di bawah ini adalah "Annotation Directory" untuk buku "Merawat Luka Batin" yang gue bagi menjadi: Definition (pengertian), Comparison (perbandingan), Picture/ Diagram (gambar/ diagram), Author's Opinion (pendapat penulis), dan My Interpretation (interpretasi pribadi). Kalian boleh menggunakan kelompok anotasi ini untuk memudahkan dalam membaca dan menggali informasi kembali tanpa harus membaca ulang seluruhnya. Bisa juga kalian tambahkan kategori baru seiring dengan proses membaca dan memahami isi buku.
REVIEW
Mengapa membaca buku ini?
Kesan pertama gue sewaktu baca judulnya, jujur sempat agak suuzan. Di industri self-help atau self-development, sering banget terjadi marketing dengan bahasa yang bernada "everything's gonna be alright", motivasi yang tidak realistis, sampai yang paling malesin adalah penulis yang terlalu banyak berbicara tentang dirinya sendiri. Gue memang bukan penggemar autobiografi maupun memoir untuk buku dengan genre psikologis atau social science seperti ini.
Untungnya buku ini cukup memberikan sudut pandang penulisan yang general seperti yang gue harapkan. Meskipun ada beberapa bagian yang spesifik untuk orang-orang dengan kondisi tertentu, nggak bikin malas menyelesaikan membaca buku ini. Gue ingin mendapatkan pengetahuan baru soal kesehatan mental secara lebih terstruktur dibandingkan dengan menonton video yang terlalu panjang atau pendek dan terlepas-lepas.
Jadi, buku ini sebenarnya tentang apa, sih?
Buku ini secara garis besar membahas tentang depresi. Gue bahkan baru tahu kalau gejala depresi dan tanda depresi adalah dua hal yang berbeda. Gejala depresi adalah apa yang dirasakan di dalam, sementara tanda depresi adalah apa yang tampak di luar. Perasaan dan pikiran yang terganggu adalah gejala depresi. Tanda-tanda depresi antara lain perilaku yang berubah murung, wajah yang semakin muram, dan tidur yang terganggu (Ardian: 2022, p.4).
Tidak hanya itu, buku ini juga ditulis agar bisa dipelajari bagi orang yang hidup bersama atau mendampingi orang dengan depresi. Bisa jadi keluarga, teman, atau pasangan kita. Gue sendiri jujur tidak pernah mengalami depresi medis sampai harus membutuhkan medikasi psikiater. Hanya saja, gue pernah mengadapi teman yang mengalaminya.
Bukan bermaksud menceritakan pengalaman kurang menyenangkan orang lain untuk konten blog, tetapi gue hanya ingin berbagi sudut pandang di sini. It can be as frightening and stressful for us to hear the closest person to us is having the suicidal thought. Gue benar-benar panik karena takut salah ngomong, nggak tau harus apa, dan takut malah memperburuk keadaan. Sempat ngerasa jadi teman yang kurang baik juga karena merasa nggak bisa bantu banyak selain menyarankan ke psikolog.
Ternyata, hal yang gue alami juga dijelaskan dalam buku ini. Kita nggak perlu menyalahkan diri atas apa yang orang lain rasakan. Gue ingat salah satu kutipan yang membekas pada buku ini, yaitu terkait apa yang orang lain rasakan sepenuhnya adalah tanggung jawab orang itu dalam merespon situasi yang dia hadapi. Jadi, di posisi gue yang nggak melakukan kesalahan apapun, merasa bersalah bukanlah solusi. Nggak membantu teman menyelesaikan masalahnya, nggak juga baik bagi kesehatan mental gue pribadi. Bagian ini banyak dibahas di Bab 8 atau bab terakhir buku ini.
Pada bagian itu juga dijelaskan bahwa tidak salah juga kalau kita mendahulukan kebutuhan kita. Semata kita juga tetap harus waras untuk bisa mengasihi orang yang dalam kondisi depresi. Gue juga jadi tahu bagaimana menangani percakapan dengan orang yang benar-benar kehilangan harapan. Bukan kita yang bertugas memilihkan keputusan bagi orang tersebut karena itu hanya akan membuatnya semakin kehilangan rasa percaya diri dan merasa tidak berdaya.
Seberapa readable buku ini?
Buku ini dilabeli untuk usia 16 tahun ke atas. Sehingga, menurut gue wajar kalau bahasanya cenderung mudah dipahami karena juga dibaca oleh remaja dan early adult (before 25). Kalaupun ada beberapa istilah medis, juga disertai dengan penjelasan. Jika pernyataan berasa dari penelitian juga disebutkan sumbernya.
Meskipun mulai memasuki bagian tengah buku, gue sendiri sejujurnya agak bingung membedakan mana yang berasal dari penelitian ilmiah dan mana yang memang pendapat pribadi penulis berdasarkan pengalaman dalam kiprahnya berkarir sebagai seorang psikiater. Selama tidak dicantumkan sumbernya, gue jadi berasumsi bahwa bagian tersebut adalah opini penulis. Bisa diterima atau tidak, memang perlu kontemplasi dan reality cross-check tentunya. Hal ini juga yang bagi gue pribadi membuat ada sedikit delay dalam menelaah beberapa konten tulisan.
Berapa lama buku ini bisa dibaca sampai habis?
Buku ini selesai gue baca dalam waktu 8 hari dengan ada 1 hari yang gue skip karena memang perlu slow-reading. Terkadang memang ada buku yang bisa gue habiskan in 3 hours-sitting, tetapi ada juga buku seperti ini yang perlu ditaruh, direnungi, kemudian ambil waktu untuk mengamati realitas di sekitar kita.
Definitely will buy this one!
ReplyDeleteDaftar isi dan kontennya cukup menarik dan sangat telaten dengan kehidupan gue dan org2 terdekat gue wkwk
I think you're gonna love it! I remember that! Hahaha ayo tetap waras Twin!
Delete