ONE SHOT: Akhirnya Lulus LPDP dan S2 ITB dalam 1 Tahun 6 Bulan (Part 2)
Sebelum Kedatangan di Bandung
Hal pertama yang gue lakukan setelah dinyatakan lulus LPDP dan ITB adalah mencari informasi seputar Kelurahan ITB. Tim kelurahan adalah organisasi para penerima beasiswa LPDP di ITB. Teman-teman kelurahan LPDP ITB ini nanti akan bertugas membantu kita para Awardee baru untuk pendataan LoG yang akan diteruskan ke ITB secara kolektif. Jadi, untuk UKT nanti akan dibayarkan secara otomatis dari LPDP ke ITB secara kolektif setiap bulannya. Kita tidak perlu mengajukan dana UKT secara pribadi. Makanya, pastikan bahwa LoG kita memuat data diri yang benar. Biasanya nanti di group WA Awardee akan ada invitation untuk join group LPDP, kemudian kita bisa mengisi Google Form untuk mengupload data Awardee agar bisa dilakukan pelaporan secara kolektif.
Kendala yang biasa dialami Awardee saat penerbitan LoG adalah proses verifikasi data yang biasanya perlu antre. Dulu sebelum ada situs e-beasiswa seperti saat ini, kita masih menggunakan aplikasi Sipendob. Pokoknya ada saja yang harus diurus ulang. Termasuk pengiriman berkas offline ke Kantor LPDP di Jakarta yang banyak terkendala karena terhalang waktu libur dan weekends. Pokoknya, jangan menunda pengurusan LoG karena akan menghambat administrasi studi teman-teman.
ONE SHOT: Diterima Beasiswa LPDP dan Graduate School Dalam 7 Bulan (Part 1)
Kedatangan di Bandung
Awal datang ke Bandung, sudah pasti dengan biaya sendiri. Ini yang dimaksud hidden fees jika kita apply beasiswa. Semua yang pernah sekolah dengan beasiswa pasti mengalami. Kita harus punya tabungan untuk bisa menalangi biaya kedatangan sebelum dana cair. Berdayakan mencari kost secara online atau tanya teman yang alumni. Supaya sesampainya di kota studi tujuan, kita tinggal mengurus berkas. Dulu gue minta tolong Mbak Kost untuk ditemani menemui Ketua RT dan Ketua RW untuk minta Surat Keterangan Domisili.
Jaga-jaga saja bawa materai dan Surat Penerimaan ITB. Supaya terdaftar bahwa kita berdomisili sementara di lokasi tersebut dalam keperluan studi. Surat Keterangan ini nantinya dapat diklaim ke LPDP untuk memperoleh Dana Kedatangan yang nominalnya adalah 2 kali Living Allowance (LA). Dana Kedatangan ini dapat kita gunakan untuk menyewa kost maupun membeli keperluan lainnya di awal kedatangan kita di kota studi. Puaskanlah eksplor kota studi tujuan dan berkenalan dengan teman-teman LPDP seangkatan baik yang satu jurusan maupun berbeda jurusan. Biasanya nanti akan ada acara Welcoming Awardee. Dulu untuk LPDP ITB Ganjil 2022, acaranya di Tahura, Bandung. Jadi kita main games seru-seruan di tengah hutan kota di daerah Dago Atas. Supaya bisa lebih bonding dengan sesama Awardee sebelum memulai masa perkuliahan.
Awal Masa Studi di ITB
Untuk jurusan gue masih ada Matrikulasi alias penyetaraan kurikulum. Mudahnya, sih semacam preview perkuliahan agar kita lebih familiar dengan ITB. Tidak hanya untuk teman-teman lintas jurusan, tetapi semua mahasiwa baru yang bukan S1 ITB juga wajib ikut matrikulasi agar sepemahaman dengan bahan ajar dan kurikulum ITB. Sekaligus supaya bisa lebih kenal dan berinteraksi langsung dengan para dosen sebelum memasuki perkuliahan yang sebenarnya. Durasi matrikulasi beragam, untuk MPWK sendiri kurang lebih 1 minggu. Namun, gue dengar info dari teman-teman di FTI ITB, matrikulasi mereka itu berlangsung sekitar 2 minggu.
Secara garis besar, awal masa studi di ITB ini cukup menyenangkan. Mungkin karena masih semangat-semangatnya kuliah. Walaupun, bagi mahasiwa lintas jurusan (karena gue dari S1 Arsitektur), ada beberapa mata kuliah dan budaya bidang keilmuan yang cukup perlu waktu untuk penyesuaian. Sewaktu awal S2, langsung ketemu Statistika dan Tugas Besar dilakukan secara kelompok. Hal tersebut bukan hal yang lumrah ditemui di jurusan Arsitektur yang lebih banyak menjadi tanggung jawab individu bahkan dalam beban SKS yang jauh lebih tinggi.
Perlu diperhatikan juga bahwa ketika S2, kita akan ketemu dengan teman-teman dari berbagai latar belakang pendidikan, pekerjaan, bahkan kampus S1 yang berbeda-beda. Gue sebagai lulusan S1 ITS, cukup kaget karena etika kerja sama antar kampus bisa sangat jauh berbeda. Kerja sama dengan teman-teman yang sudah ada pengalaman kerja, tentu akan sangat berbeda dengan teman-teman yang masih freshgraduates dan belum ada pengalaman kerja sama sekali. Jadi, S2 itu pintar secara akademik saja tidak cukup, tetapi harus dibarengi dengan psikologi yang sudah matang dan dewasa secara sosial juga. Jadilah teman yang menyenangkan diajak bekerja sama, tetapi juga mampu memberikan performa terbaik agar dipercaya dan tentunya juga dapat memeroleh nilai indeks prestasi yang baik.
Menuju Akhir Masa Studi di ITB
Setelah melewati 3 semester yang melelahkan, akhirnya sampailah gue pada saat Pengajuan Sidang Tesis. Jalan gue nggak semulus rencana gue di awal studi. Bukan karena masalah Tesis itu sendiri, tetapi masalah publikasi. Gue mencoba husnudzon, mungkin Allah. SWT belum menghendaki gue untuk lulus cepat. Semua naskah jurnal gue ada saja yang terkendala. Jurnal internasional Q1 ditolak (tentu saja ini agak nekat). Jurnal-jurnal nasional selalu terkendala kuota artikel. Fyi, setiap jurnal ada kuota untuk publikasi. Ada sedikit penyesalan, soalnya di awal masa studi terlalu fokus dengan seminar dan tugas kuliah saja. Padahal publikasi itu butuh waktu.
Sebenarnya ada jurnal yang hampir mau menerima, sayangnya gue minta untuk issue Februari malah dilempar ke Oktober. Jelas itu tidak sesuai dengan study timeline. Sebagai mahasiswa semester ganjil di ITB, tentu gue ingin bisa diwisuda pada bulan April atau lebih dikenal dengan istilah Wispril. Sehingga, setidaknya mulai bulan Januari sudah harus sidang, karena masih ada revisi Tesis dan pemenuhan administrasi untuk Yudisium (batas yang menyatakan status kelulusan seseorang). Gue batal sidang di Januari, otomatis harus nambah 1 semester lagi, di semester 4.
Jujur, ini momen paling bikin down selama studi S2. Merasa gagal banget dan semakin takut tidak bisa lulus tepat waktu. Sampai akhirnya gue harus merelakan predikat "Cumlaude" dengan cara mengajukan prosiding/ presentasi seminar sebagai salah satu syarat sidang. Di ITB, syarat cumlaude S2 selain harus memiliki IPK >3,75, harus memiliki publikasi jurnal bereputasi. Sedangkan untuk prosiding, meskipun IPK memenuhi syarat cumlaude, akan tetap dianggap "Sangat Memuaskan".
Mungkin Allah.SWT sedang mengajarkan gue soal kerendahan hati. Gue harus memilih di antara 2 berkah, ingin lulus Cumlaude tapi lambat atau lulus Sangat Memuaskan tetapi tepat waktu. Namun, justru gue ditakdirkan utuk lulus lebih cepat. Gue dinyatakan Lulus Sidang Tesis pada Kamis, 22 Februari 2024 dan bisa mengikuti Yudisium 26 Maret 2024, yudisium terakhir untuk Wisudawan April 2024. Allah.SWT tahu, gue sudah melakukan segala upaya terbaik yang bisa gue lakukan. Sehingga, setidaknya gue bisa menyelesaikan S2 di ITB dalam 1 tahun 6 bulan saja, full dibiayai oleh Beasiswa LPDP. Alhamdulillah. Terima kasih Yaa Allah.
Baca Juga: Full Naskah Tesis S2 ITB Bintang
Yudisium Maret ITB
Batas pemenuhan syarat administratif Yudisium Maret waktu itu adalah 20 Maret 2024, sedangkan Yudisium Maret di tanggal 26. Pokoknya, kalau sudah berurusan dengan Tesis dan kelulusan, sering-sering kontakan dengan admin TU dan cek kalender akademik, deh. Soalnya setiap waktu akan semakin menjadi berharga dan telat sedikit saja, bisa mengakibatkan keterlambatan kelulusan. Alhasil, ngebut lah, tuh revisi Tesis dengan segala jurus Bandung Bondowoso alias membangun candi dalam semalam. Tapi nggak, deng! Revisi gue kebut dalam waktu 1 minggu sudah termasuk jatah mager.
Untungnya, proses cetak di ITB Press cepat sekali. Hari ini kirim naskah, besok sudah bisa diambil. Padahal jilid hardcover. Kualitas printing dan kertasnya juga bagus banget lagi. Review sedikit, buat teman-teman ITB atau yang berminat sekolah di ITB, mending cetak di ITB Press karena sudah format cetak ITB dan dapat discount juga untuk mahasiswa ITB yang cetak Tugas Akhir maupun Tesis.
Singkat cerita, akhirnya Tesis gue sudah tayang di Digilib ITB (Perspustakaan Digital ITB). Rasanya senang sekali, karena artinya gue semakin dekat dengan wisuda. Rasanya lega karena akhirnya hasil penelitian sebelumnya sudah tayang di Digilib ITB secara online. Jangan lupa update ke Google Scholar, siapa tahu Tesis kalian akan disitasi oleh orang lain. Apalagi selama proses pengerjaan Tesis, gue juga nggak pernah lepas dari cari jurnal ataupun sumber kredibel lainnya melalui portal Google Scholar.
Wisuda April ITB
Batas pemenuhan syarat administratif Yudisium Maret waktu itu adalah 20 Maret 2024, sedangkan sidang penentuan daftar calon wisudawan pada bulan April adalah 27 Maret 2024. Kalau mau lancar selama yudisium hingga wisuda, saran gue adalah rajin cek kalender akademik dan komunikasi dengan pihak Tata Usaha Prodi. Termasuk dengan ITB Press sebagai penyedia pembelian dan persewaan Toga ITB. Kita harus memesan dan mengambil jadwal pengambilan di ITB Press Store yang berlokasi di Gedung STP Jl. Ganesha (sebelah Klinik). Waktu itu gue ambil Toga seminggu sebelum Hari-H Wisuda.
Kalau teman-teman sudah sempat kembali ke kota asal, perlu diantisipasi juga jika jadwal Syukuran Wisuda berbeda dengan jadwal Sidang Terbuka di Sabuga. Acara syukuran diselenggarakan oleh masing-masing Fakultas atau Sekolah. Gue dapet jadwal Syukuran Wisuda (SyukWis) di Aula Timur Kampus Ganesha sehari sebelum Wisuda. Acara Wisuda (Sidang Terbuka) sendiri ada di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), sehari setelah SyukWis. Acara SyukWis memang tidak wajib, tetapi ini satu-satunya acara di mana keluarga atau pendamping bisa ikut masuk ruangan. Sedangkan, untuk acara di Sabuga, saat ini peraturan yang diberlakukan ITB hanya wisudawan dan wisudawati saja yang boleh masuk. Keluarga atau pendamping hanya dapat melihat prosesi Wisuda via Live Streaming YouTube.
Kesan Setelah Studi di ITB
"Masuk ITB itu susah, tetapi lebih susah keluar dari ITB."
Quote di atas lumayan sering gue dengar. Termasuk dari Papa yang juga Alumni ITB. Hal pertama yang Papa bilang ke gue waktu lulus adalah:
"Selamat, yaa harus mengemban tanggung jawab sebagai penyandang gelar Alumni ITB."
Memang, gue akui ekspektasi sebagian masyarakat Indonesia terhadap Alumni ITB memang tidak dapat dihindarkan. Namun, rasa bangga gue lebih terletak pada fakta bahwa gue mendapatkan eksposur pada dosen-dosen yang keren-keren ilmunya. ITB-nya biasa aja, tetapi orang-orangnya yang luar biasa. Nggak pelit ilmu dan selalu terbuka untuk diajak diskusi. Mustahil kalian lulus dari ITB tanpa merasa mendapat apa-apa. Mustahil kalian lulus dari ITB tanpa ada peningkatan skill dan ilmu pengetahuan baru yang tanpa kalian sadari, mungkin akan mampu mengubah hidup kalian selamanya.
Kuliah di ITB juga bukan hanya soal belajar dan mengerjakan tugas, tetapi seni mencari teman yang tulus dan profesional dalam bekerja. Hidup di ITB terkadang terasa sulit, jangan ditambah dengan masalah yang tidak perlu. Mungkin memang kita tidak bisa menyenangkan semua orang. Namun, tahu kapan harus berbicara dan diam adalah kunci. Pilihlah orang-orangmu di ITB. Mereka yang setelah kamu lulus, tetap sudi kamu jalin silaturahmi denganya, berpotensi mempermudah hidupmu di masa depan, atau minimal tidak akan menyusahkanmu di kemudian hari.
Gue berhasil menyelesaikan 1,6 tahun perjalanan gue dengan ITB atas bantuan LPDP dan seizin Allah.SWT, doa dan dukungan orang-orang yang gue sayangi. Bukan perjalanan yang mudah, tetapi ini adalah salah satu keputusan terbaik yang pernah gue ambil. I never regret my decision to study at ITB. Neither did I for coming to Bandung.
***
- Bintang Mahayana ©️ 2024
No comments:
Holla! Thanks for reading my post. Silakan tinggalkan komentar atau pertanyaan terkait konten. Komen spam, annonymous, maupun berisi link hidup akan dihapus. Centang "Notify Me" agar kalian tahu kalau komennya sudah dibalas, yaa!